Back

Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas, Indonesia Pilih Jalan Diplomatik

  • Trump tunda tarif untuk sebagian besar negara, tapi naikkan tarif Tiongkok jadi 125%. Tiongkok balas dengan tarif 84% dan kritik keras terhadap kebijakan AS.
  • Nilai tukar USD/CNH melemah meski ketegangan antara AS-Tiongkok tinggi. Analis memprakirakan tarif terhadap Tiongkok akan turun seiring negosiasi, meski arah kebijakan AS masih tidak pasti.
  • Indonesia pilih diplomasi lewat revitalisasi TIFA, deregulasi, dan insentif perdagangan. Pemerintah fokus jaga ekspor dan seimbangkan neraca dagang dengan AS.

Presiden Donald Trump mengumumkan penundaan kenaikan tarif selama 90 hari untuk sebagian besar negara, namun tetap mempertahankan tarif dasar 10%. Keputusan ini tidak berlaku bagi Tiongkok, yang tarifnya justru dinaikkan menjadi 125% karena dianggap tidak bersedia bernegosiasi. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan keputusan Trump menunjukkan keberanian besar dan mengingatkan kembali pesan sebelumnya agar negara-negara tidak membalas agar mendapat imbalan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, mengkritik kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang menaikkan tarif impor terhadap Tiongkok menjadi 125%. Ia menyebut AS menggunakan tarif sebagai senjata untuk tekanan sepihak dan mencari keuntungan pribadi. Langkah ini dianggap bertentangan dengan kepentingan global dan tidak mendapat dukungan internasional. Sebagai balasan, Beijing menaikkan tarif terhadap semua produk AS hingga 84%. Lin menegaskan bahwa Tiongkok tidak menginginkan perang dagang, tetapi tidak akan gentar jika harus menghadapinya, dan akan tetap membela kepentingan nasional serta masyarakat internasional.

Meskipun Presiden Trump menaikkan tarif terhadap Tiongkok semalam, nilai tukar USD/CNH justru melemah, yang mencerminkan perbaikan sentimen pasar secara umum. Ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok masih tinggi, dengan tarif Tiongkok terhadap produk AS mencapai 84%, sementara tarif AS atas barang Tiongkok berada di 125%. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa seluruh opsi tetap terbuka, termasuk kemungkinan pencabutan pencatatan perusahaan Tiongkok dari bursa saham AS.

Capital Economics memprakirakan bahwa jeda tarif Presiden Trump terhadap beberapa negara kemungkinan akan diperpanjang tanpa batas waktu, sementara tarif terhadap Tiongkok diprakirakan akan menurun seiring negosiasi. Meski pasar Tiongkok menunjukkan optimisme atas penurunan tarif dalam waktu dekat, ketidakpastian terhadap kebijakan AS masih tinggi. Capital Economics menilai kesepakatan akhirnya akan tercapai, meskipun mungkin memerlukan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Pemerintahan Trump dinilai memiliki kecenderungan membuat keputusan besar yang sulit diprediksi, serta menunjukkan toleransi tinggi terhadap potensi risiko resesi.

Indonesia Utamakan Diplomasi Hadapi Tarif AS, Dorong Revitalisasi TIFA dan Insentif Perdagangan

Pemerintah Indonesia sendiri menegaskan posisinya melalui pendekatan strategis yang mengutamakan negosiasi, dengan fokus pada revitalisasi Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) sebagai kerangka kerja sama utama. Selain itu, berbagai langkah deregulasi disiapkan, termasuk relaksasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi, evaluasi perizinan impor (Lartas), serta percepatan proses sertifikasi halal.

Dalam upaya menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS, Pemerintah merencanakan peningkatan pembelian komoditas strategis dari AS seperti kedelai, LPG, LNG, dan peralatan teknik. Untuk menjaga daya saing ekspor nasional, pemerintah juga akan memberikan insentif fiskal dan non-fiskal, guna mendukung peningkatan impor dari AS dan menjaga keseimbangan perdagangan bilateral.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Indonesia memiliki peluang ekspor yang besar di tengah perubahan peta perdagangan global, terutama di sektor pakaian dan alas kaki. Hal ini didukung oleh tarif ekspor Indonesia yang lebih kompetitif dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh.

“Posisi Indonesia yang tidak terlalu bergantung pada pasar Amerika Serikat merupakan keunggulan strategis untuk memperkuat kerja sama dagang dan memperluas penetrasi pasar,” ujar Menko Airlangga.

Ke depan, Pemerintah juga telah menyiapkan kebijakan jangka menengah seperti penguatan industri padat karya, optimalisasi devisa hasil ekspor (DHE SDA), dan perluasan akses pasar global melalui partisipasi aktif dalam berbagai kerja sama internasional, termasuk IEU-CEPA, RCEP, IPEF, dan CP-TPP.

Duta Besar AS untuk Indonesia, Kamala S. Lakhdhir, yang mengunjungi Airlangga dua hari lalu, menyatakan dukungan penuh untuk memfasilitasi negosiasi dengan pihak strategis di AS. Saat menutup pertemuan tersebut, Airlangga menegaskan atas pentingnya untuk memperkuat hubungan dagang Indonesia-AS melalui dialog yang saling menguntungkan. 

Pertanyaan Umum Seputar PERANG DAGANG AS-TIONGKOK

Secara umum, perang dagang adalah konflik ekonomi antara dua negara atau lebih akibat proteksionisme yang ekstrem di satu sisi. Ini mengimplikasikan penciptaan hambatan perdagangan, seperti tarif, yang mengakibatkan hambatan balasan, meningkatnya biaya impor, dan dengan demikian biaya hidup.

Konflik ekonomi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok dimulai pada awal 2018, ketika Presiden Donald Trump menetapkan hambatan perdagangan terhadap Tiongkok, mengklaim praktik komersial yang tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual dari raksasa Asia tersebut. Tiongkok mengambil tindakan balasan, memberlakukan tarif pada berbagai barang AS, seperti mobil dan kedelai. Ketegangan meningkat hingga kedua negara menandatangani kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok Fase Satu pada Januari 2020. Perjanjian tersebut mengharuskan reformasi struktural dan perubahan lain pada rezim ekonomi dan perdagangan Tiongkok serta berpura-pura mengembalikan stabilitas dan kepercayaan antara kedua negara. Pandemi Coronavirus mengalihkan fokus dari konflik tersebut. Namun, perlu dicatat bahwa Presiden Joe Biden, yang menjabat setelah Trump, mempertahankan tarif yang ada dan bahkan menambahkan beberapa pungutan lainnya.

Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih sebagai Presiden AS ke-47 telah memicu gelombang ketegangan baru antara kedua negara. Selama kampanye pemilu 2024, Trump berjanji untuk memberlakukan tarif 60% terhadap Tiongkok begitu ia kembali menjabat, yang ia lakukan pada tanggal 20 Januari 2025. Perang dagang AS-Tiongkok dimaksudkan untuk dilanjutkan dari titik terakhir, dengan kebijakan balas-membalas yang mempengaruhi lanskap ekonomi global di tengah gangguan dalam rantai pasokan global, yang mengakibatkan pengurangan belanja, terutama investasi, dan secara langsung berdampak pada inflasi Indeks Harga Konsumen.


 

Presiden Komisi Eropa von der Leyen: UE setuju untuk menghentikan tindakan balasan terhadap AS selama 90 hari

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengonfirmasi pada hari Kamis bahwa mereka telah setuju untuk menangguhkan langkah-langkah balasan terhadap tarif AS selama 90 hari
Đọc thêm Previous

Penasihat Ekonomi WH Hassett: Percakapan tentang Tiongkok belum dimulai

Dalam sebuah wawancara dengan CNBC pada hari Kamis, Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS (NEC), mengatakan bahwa ada banyak inventaris kesepakatan yang sangat dekat dengan garis finish, menurut Reuters
Đọc thêm Next